Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Andaikan
perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu
diampuni banyak dosa”.
Islam melarang perbuatan zhalim. Dan kezhaliman itu bisa
terjadi tidak hanya kepada manusia, namun juga kepada hewan. Dan ini pun
terlarang dalam Islam. Banyak sekali hadits-hadits yang membahas hal ini,
diantaranya hadits berikut ini.
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (6/441) :
Haitsam bin Kharijah telah menuturkan kepadaku, ia berkata,
Abu Rabi’ Sulaiman bin ‘Utbah As Sulami mengabarkan kepadaku, dari Yunus bin
Maisarah bin Halbas, dari Abu Idris, dari Abu Ad Darda, dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Andaikan perbuatan yang kalian lakukan
terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu diampuni banyak dosa”.
Derajat Hadits
Derajat hadits ini hasan, karena semua perawi hadits ini
tsiqah kecuali Abu Rabi’ Sulaiman bin ‘Utbah Ad Dimasyqi Ad Darani. Statusnya
diperselisihkan para ulama,
1.
Imam Ahmad berkata: “saya tidak mengenalnya”
2.
Ibnu Ma’in berkata: “laa syai’a”
3.
Ibnu Hajar berkata: “shaduq namun memiliki
beberapa riwayat gharib”
4.
Adz Dzahabi berkata: “shaduq”
5.
Al Haitsam bin Kharijah berkata: “tsiqah”
6.
Duhaim Ad Dimasyqi berkata: “tsiqah, beberapa
masyaikh meriwayatkan darinya”
7.
Hisyam bin ‘Ammar Ad Dimasyqi: “tsiqah”
8.
Abu Hatim Ar Razi: “laysa bihi ba’s, ia terpuji
di kalangan ulama Damaskus”
Syaikh Al Albani menjelaskan: “Selain karena yang
men-tsiqah-kan lebih banyak, mereka yang men-tsiqah-kan juga sama-sama penduduk
Damaskus sebagaimana orang yang dibahas (Sulaiman bin ‘Utbah). Maka mereka
lebih mengenai keadaan Sulaiman bin ‘Utbah daripada orang lain yang di luar
negerinya”. Dengan demikian Abu Rabi’ Sulaiman bin ‘Utbah statusnya tsiqah insya
Allah.
Namun ada sedikit masalah, yaitu Abdullah bin Ahmad bin
Hambal dalam Zawaid-nya terhadap Musnad Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan
sanad yang sama namun mauquf dari Abu Ad Darda’ radhiallahuanhu. Ditambah lagi
dengan keterangan Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (3/290) :
“hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad
dan Al Baihaqi secara marfu’, dan diriwayatkan juga oleh Abdullah bin Ahmad
dalam Ziyadah-nya secara mauquf dari Abu Ad Darda’, dan sanadnya lebih shahih
karena ia semisal ayahnya”
Syaikh Al Albani menyatakan: “demikian yang dikatakannya,
dan ini adalah pernyataan yang aneh. Karena sanad yang dikatakan mauquf itu
sama dengan sanad yang marfu’. Perbedaannya hanya terletak pada (orang yang
mengeluarkan hadits, yaitu) Imam Ahmad dan anaknya. Jika memang harus
men-tarjih, maka riwayat dari Imam Ahmad tentu lebih rajih, karena Imam Ahmad
ahfazh (lebih tinggi tingkatan dhabt-nya) daripada anaknya, sebagaimana telah
saya katakan. Namun menurut saya tidak perlu di-tarjih, karena masih mungkin
untuk di jama’sebagaimana telah saya jelaskan”. Metode jama’ yang beliau maksud
adalah: “yang nampak bagi saya, bahwa Haitsam menyampaikan hadits kepada Imam
Ahmad secara marfu’, namun menyampaikan hadits kepada Abdullah secara mauquf.
Dan setiap mereka menghafal apa yang mereka dapatkan”.
Lebih lagi, Imam Ahmad di-mutaba’ah oleh ‘Abbas bin Muhammad
Ad Duwari dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman :
Ahmad bin ‘Utsman bin Yahya Al Adami mengabarkan kepadaku,
‘Abbas bin Muhammad Ad Duwari menuturkan kepadaku, Al Haitsam bin Kharijah
telah menuturkan kepadaku, ia berkata, Abu Rabi’ Sulaiman bin ‘Utbah As Sulami
mengabarkan kepadaku, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari Abu Idris, dari
Abu Ad Darda, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Andaikan
perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu
diampuni banyak dosa”.
‘Abbas bin Muhammad Ad Duwari
sebagai taabi’ terhadap Imam Ahmad statusnya tsiqah hafidz. Dengan demikian
hilanglah permasalahannya.Walhamdulillah.
Faidah Hadits
1.
Al Munawi menjelaskan makna hadits: “’Andaikan
perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni’ maksudnya
perbuatan memukul, menganiaya, dan memberi beban yang berlebihan. maka kalian
itu sungguh banyak diampuni maksudnya banyak sekali dosa yang diampuni. Datang
hadits ini adalah peringatan untuk tidak memberi gangguan pada binatang. Juga
untuk tidak memberi beban yang terlalu berlebihan yang tidak sanggup
diterimanya secara terus-menerus. Juga anjuran untuk tidak memukul binatang,
lebih-lebih pada wajah, atau menyiksanya dengan senjata. Juga peringatan untuk
tidak membiarkan mereka tidak makan dan tidak minum. Dan juga peringatan untuk
tidak lalai dalam mengurusnya” (Faidhul Qadir, 5/321)
2.
Syaikh Al Albani juga menerangkan makna hadits
ini: “maknanya larangan dan peringatan terhadap perbuatan zhalim pada hewan.
Jadi, andaikan si pemilik binatang yang tidak memiliki kasih sayang terhadap
binatangnya itu dosanya diampuni, maka ketika itu sungguh telah diampuni dosa
yang banyak. Karena ia tidak berkasih sayang pada hewannya tersebut
‘Barangsiapa tidak
penyayang, ia pun tidak akan mendapat rahmat‘”
(rekaman Silsilah Huda Wan Nuur, rekaman
no.209, pertanyaan no.15)
4.
Dosa yang disebabkan karena menyakiti binatang
itu porsinya besar, sehingga jika dosa tersebut diampuni maka telah diampuni
banyak porsi dari dosa seseorang.
[banyak mengambil faedah dari kitab Silsilah Ahadits
Shahihah, 2/41-42, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah]
Sumber: muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar